Mughni tewas
terhormat. Tapi argo perhitungan masih terus berjalan. Ada sisa cerita yang
belum khatam. Diam-diam keluarga Mughni membahas masalah Syafi'i dengan utusan
Wan Kadir. Sekira setahun setelah kematian Mughni keputusan pun dicapai. Syafi'i
alias Pi'i ditarik ke Kebon Nanas untuk digembleng langsung oleh Wan Kadir.
Kawasan
Senen memang begitu hitam. Harus ada yang bersih untuk memutihkan. Selain
prilaku terpuji dan gerakan amar ma'ruf nahi mungkar yang ditanamkan Wan Kadir,
Pi'i juga merasakan ada pasokan energi kasat mata saat dirinya berada di
kediaman Wan Kadir. Hari demi hari usia Pi'i semakin bertambah. Ia merasakan
nafasnya semakin lega dan gerakan tubuhnya menjadi lebih ringan dibanding
sebelumnya. Inilah salah satu dari sekian banyak kehebatan yang dimiliki Wan
Kadir. Mampu melakukan transfer ilmu kepada orang yang ia ridhoi tanpa harus bersusah
payah mengeluarkan keringat. Lebih dari pada itu, Wan Kadir mengajarkan padanya
sebuah arti kelembutan, sebagai Muslim bagaimana seharusnya mengasihi manusia,
khususnya yang seakidah seagama. Hanya beberapa tahun berada di bawah gemblengannya,
Wan Kadir melepas pulang Pi'i ke kediaman keluarganya di Senen. Meski demikian,
setiap ada kesempatan, Pi'i pastikan untuk mengunjungi Wan Kadir, sekedar untuk
bersimpuh takzim.
Pi'i
menghabiskan masa transisi keremajannya di Senen. Lalu ada aroma derita
menyeruak di sana. Tak hanya pada keluarganya, panorama kemiskinan ia lihat di sekelilingnya.
Kelaparan masyarakat terlihat nyata. Hatinya bergetar hebat lalu elastis melembut.
Ia dengan segera mengorganisir teman-temannya agar bersama-sama mencari dan
mengumpulkan bahan pangan yang halal untuk dimakan. Upaya yang dilakukan Pi'i
tidak sia-sia. Hasil kerja gotong royong itu membuahkan hasil. Urusan makan Ibu
dan adik-adik Pi'i aman. Sebagian sisa bahan pangan dibagikan kepada
teman-temannya yang lain dan sejumlah masyarakat Senen.
Senen saat itu merupakah wilayah perniagaan favorit. Ratusan ribu Gulden berputar di kawasan itu setiap harinya. Persaingan kekuasaan dan penaklukan wilayah di Senen oleh para jago terjadi begitu sengit. Aksi Pi'i yang seringkali mengumpulkan bahan pangan di wilayah Senen tersandung hukum. Aksi itu oleh hukum pemerintah Belanda disebut sebagai aksi kriminal, semacam kelompok preman yang meminta upeti keamanan kepada para pedagang dan warga. Pi'i bersikeras, ia memang mengkoordinir teman-temannya untuk menguasai keamanan wilayah Senen. Bahan pangan itu juga memang diperoleh dengan jalan meminta, tapi orang-orang memberikannya secara ikhlas. Tapi seperti biasa, hukum penguasa lebih menang. Pi'i dijebloskan ke penjara anak di Tangerang. Tuduhannya pencurian !!