Bang Pi'i, Jawara Beken Betawi Yang Jadi Menteri (Part 3)

 

Bang Pi'i Koordinator Jawara Se Batavia


Penjara menjadi babak kehidupan baru bagi Pi'i. Suasana di dalam sel nyatanya tak berbeda jauh dengan kondisi keras di luar sana. Siapa yang jago dia yang menang. Siapa yang kuat dia yang bertahan. Rupanya ada juga jagoan penguasa di penjara anak tersebut. Perawakannya tinggi besar, tubuhnya kekar tegap, kulitnya sawo matang mengelam, suaranya meninggi setiap kali bicara. Tidak ada satupun tahanan yang berani padanya. Tak segan-segan jagoan bocah itu melakukan tindakan kekerasan bagi siapa saja yang menentang keinginannya. Tak terkecuali pada Pi'i, tahanan baru yang memang empuk buat diplonco. Jika dibandingkan fisik keduanya, jelas tubuh Pi'i jauh lebih kecil dan lebih pendek. Keduanya nampak sudah berhadapan satu sama lain. Semua yang melihat ketegangan itu akan mengira sebuah duel yang tidak sebanding. Hanya dalam beberapa gebrakan saja dipastikan Pi'i akan babak belur dihantam si jagoan dengan tulang patah serta remuk di beberapa bagian. Faktanya, sejurus kemudian si jagoan yang justru terjerembab dan terkapar tak berdaya. Beberapa tahanan dan sipir turut membantu mengangkat tubuh si jagoan dari lantai untuk kemudian diobati dan dirawat.

Peristiwa pertarungan itu berlangsung singkat, namun cukup menjadi topik pembicaraan hangat di antara para tahanan dan sipir selama berminggu-minggu. Bukan hanya terkejut karena kekalahan si penguasa sel yang memiliki badan besar, tapi gaya bertarung Pi'i yang menjadi sorotan. Tubuhnya secepat kilat melesat ke depan lalu tiba-tiba beberapa pukulan keras yang saking cepatnya nyaris tidak terlihat mata sudah mendarat telak di beberapa bagian tubuh si Jagoan. Sejak hari itu, Pi'i menjadi sosok baru yang paling ditakuti seluruh penghuni penjara, bahkan aksinya itu terdengar hingga ke kawasan Senen.

Tahun 1935 merupakan tahun kebebasan Pi'i setelah beberapa tahun mendekam di penjara. Ia kembali ke Senen, tempat di mana keluarganya berada. Teman-temannya menyambut kedatangan Pi'i dengan suka cita. Usai melepas rindu di Senen, ia segera berangkat menuju Kebon Nanas untuk menemui Tuan Sayyid Kadir, sosok penting yang telah ia anggap sebagai guru sekaligus orang tua. Pertemuan itu hanya diwarnai sedikit obrolan, karena sejatinya tidak ada perbincangan panjang saat berkesempatan menemui Wan Kadir. Hanya sesekali bicara, itupun sekedar obrolan singkat. Wan Kadir diketahui sebagai sosok yang tidak banyak bicara tapi meski begitu Pi'i kembali merasakan getaran energi bergelombang halus saat berada di dekat Wan Kadir. Ada aura dan kekuatan yang menyentuh kalbu, jiwa, lalu kemudian fisiknya. Pi'i mendapat perintah langsung dari Wan Kadir untuk berkelana menimba ilmu dan pengalaman di luar sana.  

Setelah keluar dari penjara Pi'i memang jarang berada di rumah. Sesuai perintah Wan Kadir ia pergi merantau ke sejumlah daerah yang dikenal sebagai daerah tempat orang-orang jago berada. Daerah Banten utamanya. Puas berkenalan dengan para tokoh jago Banten, ia terus menyisir pulau Jawa hingga ke ujung Timurnya. Lombok dan Bali juga tak luput dijajalnya. Ia sempat pula berlayar ke Kalimantan dan bertemu para tokoh sakti suku Dayak. Sejujurnya tidak ada yang dilakukan Pi'i dari beberapa tahun perjalanan kelilingnya itu kecuali menjajal para tokoh sakti sekaligus belajar dari para tokoh sakti. Dan memang demikian yang selalu dilakukan para jawara saat itu. Di tengah pengembaraannya, Pi'i dipinggil pulang ke Batavia oleh Wan Kadir.

Bersambung Part 4

You May Also Like

0 comments