Jin Bisa Disuruh Belanja
by
Ibnu Umar Junior
- 07.36
Dalam kaitannya dengan karomah, terdapat beberapa hal
yang hampir mirip dengannya. Dunia ilusi mengenalnya dengan istilah sulap,
di mana sudah menjadi rahasia umum sulap hanyalah sebuah permainan “badut” yang
sarat dengan trik. Sementara dunia klenik dan mistis mengenalnya dengan kekuatan
alam ghaib. Adakalanya terjadi kerancuan makna, kekuatan alam ghaib sering dianggap
sebagai keramat. Kendati definisi makna antara keramat dan kekuatan alam ghaib hampir
sama, namun pada dasarnya terdapat jurang perbedaan yang sangat bertolak
belakang.
Keramat turun secara tegak lurus (vertikal) dari Allah pada hamba
yang dicintai-Nya. Sementara kekuatan alam ghaib merupakan dominasi kekuatan
makhluk Allah seperti jin atau iblis yang datang secara mendatar (horizontal). Sudah
sepantasnya keheranan tak perlu terjadi karena hal-hal aneh yang dilakukan
orang-orang musyrik atau orang-orang yang tidak mengenal Tuhan (atheis). Mereka
orang-orang Musyrik dan orang-orang atheis mengadakan persekongkolan dengan
iblis untuk mereguk dahaga ambisi yang terkungkung dalam lingkaran obsesi. Sekiranya
kaum Muslimin mau sedikit lelah meneliti hal ini niscaya tak akan ada yang
didapat kecuali kekuatan sihir yang benar-benar nyata.
“Dan mereka (orang-orang Musyrik) menjadikan jin
sekutu bagi Allah. Padahal Allah lah yang menciptakan jin-jin itu” (Al-
An’am : 100).
Apa manfaat yang dapat diperoleh dari persekongkolan itu?
tiada sedikitpun yang dapat diambil manfaatnya. Persekongkolan itu hanya
meninggalkan noda syirik yang tak akan pernah bisa dihapus. Sungguh Allah lebih
berhak dari apapun dan yang Maha memiliki segala kemampuan.
“Malaikat-malaikat itu menjawab : Maha Suci Engkau.
Engkaulah Pelindung kami, bukanlah mereka (jin). Bahkan mereka telah menyembah jin.
Kebanyakan mereka menyembah jin itu” (Q.S. Saba : 41).
Dunia alam ghaib mengenal jin sebagai mediator untuk
menembus ruang atau hal-hal yang tidak terjangkau manusia. Daya pikir jin-jin itu
lemah serta mudah sekali diperintah. Kesempatan ini buru-buru dipergunakan manusia
untuk memetik keuntungan dari para jin itu. Eksploitasi jin begitu digandrungi,
bukan hanya sekarang, dahulu pun di Betawi praktek jin-gate sudah
menjadi trend orang-orang berkepandaian tinggi. Mereka adalah para jawara papan
atas Betawi dengan gelang bahar hitam di pergelangan tangan dan bergolok di
pinggang yang hobinya suka mengoleksi jin lokal dan mancanegara. Jadi, semakin
tinggi ilmu batin seseorang semakin banyak jin yang dapat dipengaruhi.
Ada
beberapa cerita konyol jin yang saya tahu. Seorang kawan saya yang tinggal di
kawasan sebelah barat Jakarta dikenal memiliki ratusan jin. Saking banyaknya ia
memiliki jin, orang-orang menambahi kata “jin” pada nama belakangnya. Setiap
malam Jumat, jangan harap dapat bertemu dengannya. Ia tidak mau diganggu. Istrinya
paham betul apa yang biasa dilakukan suaminya. Karena untuk melewati malam yang
satu itu kawan saya harus ekstra sibuk memberi makan jin-jinnya dengan wirid.
“Gimana makhluk-makhluk itu bisa kenyang friend kalau seminggu
sekali hanya dikasih makan wirid...!” kata saya penuh heran.
Kawan saya hanya tersenyum kecil. Dia bilang, usia saya
masih seumur jagung, ia menyarankan agar saya perlu banyak belajar tentang
kultur budaya jin karena banyak kebiasaan dan pola hidup jin yang saya tidak
ketahui. Apa yang saya ketahui tentang jin saat ini belum ada satu persennya. Katanya
lagi dengan nada bicaranya yang terkesan menyudutkan. Ugh, nyelekit
sekali kawan saya ini kalau bicara. Saya hanya bisa mendongkol dalam hati. Kawan
saya berkata benar. Diam-diam saya mengakui meski usianya baru memasuki kepala
lima, tapi untuk masalah jin-gate, dia jauh lebih pakar dibanding mbah-mbah
atau aki-aki yang namanya sering terpampang di berbagai media. Bahkan almarhum
kakek saya pun yang semasa hidupnya oleh para jawara Betawi dijuluki lubi (luar
biasa) belum tentu bisa menandingi kehebatan kawan saya dalam perkara jin.
Sesaat saya merasa seperti orang bodoh. Jauh di lubuk
hati, sebenarnya saya merasa iba pada kawan saya ini. Sungguh saya mengira
hidup bersama ratusan jin dalam satu atap adalah hal yang membanggakan bagi
komunitas jin-gate. Ternyata tidak. Istri kawan saya itulah yang justru
pertama kali unjukkan ketidakbetahannya tinggal seatap dengan jin. Setiap hari
tak ada yang dilakukannya kecuali teriak-teriak tak karuan. Ia sering digoda
jin-jin suaminya, apalagi saat suaminya sedang tak berada di rumah. Jin-jin itu
hobi sekali meletakkan buah durian dan permen di belakang istri kawan saya terutama
ketika ia sedang mengepel lantai rumah. Ujung-ujungnya, suaminya mengeluh, uang
yang berada di dompetnya sering hilang. Istrinya tak mau kalah pula, dengan
nada mendengus ia protes, uang belanjanya yang ia letakkan dalam lemari juga sering
raib entah ke mana. Belakangan baru diketahui, ternyata uang mereka selama ini
telah dicuri jin-jin peliharaan suaminya untuk membeli durian dan permen.
Awalnya
saya tidak percaya mendengar cerita mereka, saya pikir cerita ini tak lebih
dari bualan murahan. Namun setelah saya dipertemukan dengan seorang yang pernah
membeli jam tangan ‘jarak jauh’, di mana transaksi yang terjadi bukan lintas
antar kampung, tapi ‘lintas negara’. Spontan seketika itu juga ketidakpercayaan
saya luntur.
Orang itu bercerita pada saya, betapa dia sangat menyesal
tidak sempat membeli jam tangan di sebuah toko jam sewaktu berkunjung ke sebuah
negara Uni Emirat Arab. Jam tangan itu begitu bagus untuk dilingkarkan di
pergelangan tangannya. Namun sayang, keinginannya tak kesampaian karena
kesibukannya yang padat dan masa visanya yang terbatas.
Di Indonesia, di rumah
kawan saya, ia bercerita mengenai jam tangan cantik itu, tak lupa ia beritahu pula
harganya. Dengan entengnya kawan saya menyuruh orang itu menulis jumlah harga
jam tangan itu pada selembar cek. Setelah menulis jumlah harga, kawan saya mengambil
cek itu, lalu kawan saya beranjak masuk ke sebuah kamar yang terletak di sudut
ruangan. Kamar itu begitu gelap. Nampaknya sengaja tak diberi penerangan. Tak
beberapa lama terdengar suara gemuruh, seperti bunyi benda jatuh di atas
langit-langit. Beberapa saat kemudian kawan saya muncul. Di tangannya sudah ada
sebuah kotak jam dengan deretan tulisan aksara arab pada beberapa bagian
sisinya. Di hadapan orang itu kawan saya membuka kotak jam. Aha, sebuah jam
tangan cantik yang sempat ditaksir orang itu dikeluarkan dari dalam kotak.
Kedua mata orang itu seketika terbelalak. Kawan saya juga memberikan secarik
kwitansi pembelian jam lengkap dengan stempel tokonya.
Kelihatannya orang itu masih belum percaya juga, saat itu
juga melalui telepon dan berbicara bahasa arab orang itu langsung menghubungi
toko tempat jam tangan itu dibeli. Pembicaraan via telepon itu diputus setelah
penjaga toko jam nun jauh di negeri unta mengakui bahwa baru saja ia kedatangan
seorang pria yang membeli jam dengan jenis dan jumlah harga yang sama persis
dengan jam yang ada di hadapannya berikut harganya yang tertera jelas di kwitansi
pembelian.
Begitu juga dengan beberapa saksi mata yang pernah
membeli bensin di tengah hutan Alas Roban, di tengah malam yang pekat,
dan dalam keadaan mobil yang tengah berjalan. Keras kepala para penumpang mobil
untuk mengisi bensin di pom bensin berikutnya lumer sudah. Jarak tempuh menuju
pom bensin berikutnya masih teramat jauh sementara persediaan bensin kian
menipis. Semua yang ada di dalam mobil kelabakan, takut mobil yang mereka naiki
mogok di tengah hutan yang terkenal angker itu. Kawan saya itu tenang-tenang
saja. Sambil meledek mereka yang tadi keras kepala kawan saya menyuruh patungan
(mengumpulkan uang) untuk membeli bensin.
“Becanda lo, mana ada yang jual bensin
eceran di tengah utan begini!” kata salah satu penumpang.
Lalu enak saja ia memasukkan uang hasil patungan itu ke
dalam saku bajunya. Ia memberi isyarat agar para penumpang yang lain
memperhatikan amper bensin di speedometer. Jarum amper bensin yang tadi berada
di garis E perlahan bergerak naik dengan sendirinya. Semua yang ada di situ
termasuk supir melengak keheranan. Suasana seketika berubah menjadi hiruk pikuk
gembira.
“Gile bener, tengah malam begini, di tengah utan, kita
masih bisa ngisi bensin...!” teriak salah seorang penumpang penuh kegembiraan.
Dalam beberapa kesempatan kawan saya hanya berpesan, jika
bertamu ke rumahnya dan berbincang-bincang dengannya, perhatikan belahan di
atas bibirnya. Jika belahan bibirnya ada berarti orang itu adalah dirinya. Jika
sebaliknya, tak diragukan lagi, orang itu adalah jin yang sedang menyamar
sebagai dirinya.
“Pantesan, gue tanya
soal bisnis, lo sering kagak tau..!”sungut salah seorang yang sering tertipu
oleh penyamaran jin kawan saya.