Pi'i tengah
menggoreskan nama besarnya di lembaran sejarah Batavia. Pertarungannya di area
publik kawasan Pasar Senen tempo hari membuat nama lelaki gemblengan Wan Kadir
itu seketika berkibar-kibar. Itu adalah sebuah aksi penaklukan menentukan di
titik sentral. Saat itu menguasai Senen sama saja menguasai seluruh Batavia. Yang
juga sama artinya dengan menaklukkan seluruh jawara di tanah Betawi. Pi'i sejak
kanak-kanak memiliki banyak anak buah, tapi setelah aksi kemenangan duelnya
dengan Muhayyar membuat semakin banyak lagi yang ingin bergabung menjadi anak
buahnya. Mereka datang dari berbagai kalangan, mulai dari jawara, pedagang,
pengusaha, hingga para pelaku kriminal jalanan. Pi'i berubah menjadi sosok yang
dihormati dan disegani. Orang-orang mulai sungkan untuk memanggil langsung
namanya. Ia baru menginjak masa remaja. Dengan usianya yang masih tergolong
muda orang-orang sudah memanggilnya dengan sebutan Bang Pi'i.
Cerita ihwal
dunia jawara saat itu, Bang Pi'i jawara paling beken se-Batavia. Di waktu
senggang, di tengah keramaian kawasan Senen ia sempat beberapa kali unjuk
kebolehan. Ditebarnya tinggi-tinggi ke atas beberapa buah kelapa, ia tetap berdiri
santai, kedua matanya menatap ke depan, lalu buah-buah kelapa itu meluncur
deras ke bawah. Sesaat setengah jengkal buah-buah kelapa itu hampir menimpa
kepalanya lalu tanpa melihat ke arah buah-buah kelapa itu tiba-tiba goloknya
sudah keluar dari sarung dan berkelebatan secepat kilat mencacah seluruh buah
kelapa menjadi potongan kecil-kecil tanpa tersisa. Semua penonton leletkan
lidah menyaksikan atraksi tersebut.
Menjadi
jawara papan atas di era penjajahan jelas tidak mudah. Bukan hanya mengandalkan
ketinggian dan kecepatan ilmu silat luar, keahlian permainan golok atau
kekuatan tenaga dalam saja. Tapi selain setiap titik di tubuhnya harus kebal
senjata tajam, kulit tubuhnya juga harus mampu menahan terjangan pelor kumpeni.
Masih belum termasuk jawara papan atas jika belum sampai pada titik ini. Dan lebih
dari pada yang dibayangkan, gelar jawara itu baru layak disandangkan jika ia
mengerti ilmu agama. Maka jaman dulu, hampir tidak ada anak Betawi yang
kecilnya tidak mengaji. Semua jawara Betawi itu mengerti ilmu agama.
Kepopuleran sebuah
nama jawara juga sudah cukup mengundang para jawara papan atas turun gunung buat
menjajal ilmu. Belum lagi konfrontasi dengan aparat pemerintah Hindia Belanda
yang selalu mencurigai sepak terjang para jawara yang biasanya pro perjuangan
pribumi. Hal ini membuat kondisi para jawara bisa menjadi rumit. Dalam
riwayatnya, Bang Pi'i seringkali dicari para jawara papan atas yang memutuskan turun
gunung karena mendengar ihwal Bang Pi'i. Mereka datang dari Kemayoran, Pekojan,
Condet, Manggarai, Depok, Bogor, Tangerang, atau Bekasi. Jika kebetulan Bang
Pi'i tidak sedang berada di kawasan Senen, para jawara akan menunggunya hingga
ia datang. Sejauh ini Bang Pi'i mampu menghadapi para jawara tersebut, kecuali
dua orang jawara sakti. Bang Pi'i akan berpikir seribu kali untuk bertarung
dengan keduanya. Jika ada kesempatan sejarahnya akan dikisahkan di lain waktu.