Bang Pi'i, Jawara Beken Betawi Yang Jadi Menteri (Part 5)

 

ilmu silat tingkat tinggi bang Pi'i

Pi'i tengah menggoreskan nama besarnya di lembaran sejarah Batavia. Pertarungannya di area publik kawasan Pasar Senen tempo hari membuat nama lelaki gemblengan Wan Kadir itu seketika berkibar-kibar. Itu adalah sebuah aksi penaklukan menentukan di titik sentral. Saat itu menguasai Senen sama saja menguasai seluruh Batavia. Yang juga sama artinya dengan menaklukkan seluruh jawara di tanah Betawi. Pi'i sejak kanak-kanak memiliki banyak anak buah, tapi setelah aksi kemenangan duelnya dengan Muhayyar membuat semakin banyak lagi yang ingin bergabung menjadi anak buahnya. Mereka datang dari berbagai kalangan, mulai dari jawara, pedagang, pengusaha, hingga para pelaku kriminal jalanan. Pi'i berubah menjadi sosok yang dihormati dan disegani. Orang-orang mulai sungkan untuk memanggil langsung namanya. Ia baru menginjak masa remaja. Dengan usianya yang masih tergolong muda orang-orang sudah memanggilnya dengan sebutan Bang Pi'i.

Cerita ihwal dunia jawara saat itu, Bang Pi'i jawara paling beken se-Batavia. Di waktu senggang, di tengah keramaian kawasan Senen ia sempat beberapa kali unjuk kebolehan. Ditebarnya tinggi-tinggi ke atas beberapa buah kelapa, ia tetap berdiri santai, kedua matanya menatap ke depan, lalu buah-buah kelapa itu meluncur deras ke bawah. Sesaat setengah jengkal buah-buah kelapa itu hampir menimpa kepalanya lalu tanpa melihat ke arah buah-buah kelapa itu tiba-tiba goloknya sudah keluar dari sarung dan berkelebatan secepat kilat mencacah seluruh buah kelapa menjadi potongan kecil-kecil tanpa tersisa. Semua penonton leletkan lidah menyaksikan atraksi tersebut.

Menjadi jawara papan atas di era penjajahan jelas tidak mudah. Bukan hanya mengandalkan ketinggian dan kecepatan ilmu silat luar, keahlian permainan golok atau kekuatan tenaga dalam saja. Tapi selain setiap titik di tubuhnya harus kebal senjata tajam, kulit tubuhnya juga harus mampu menahan terjangan pelor kumpeni. Masih belum termasuk jawara papan atas jika belum sampai pada titik ini. Dan lebih dari pada yang dibayangkan, gelar jawara itu baru layak disandangkan jika ia mengerti ilmu agama. Maka jaman dulu, hampir tidak ada anak Betawi yang kecilnya tidak mengaji. Semua jawara Betawi itu mengerti ilmu agama.

Kepopuleran sebuah nama jawara juga sudah cukup mengundang para jawara papan atas turun gunung buat menjajal ilmu. Belum lagi konfrontasi dengan aparat pemerintah Hindia Belanda yang selalu mencurigai sepak terjang para jawara yang biasanya pro perjuangan pribumi. Hal ini membuat kondisi para jawara bisa menjadi rumit. Dalam riwayatnya, Bang Pi'i seringkali dicari para jawara papan atas yang memutuskan turun gunung karena mendengar ihwal Bang Pi'i. Mereka datang dari Kemayoran, Pekojan, Condet, Manggarai, Depok, Bogor, Tangerang, atau Bekasi. Jika kebetulan Bang Pi'i tidak sedang berada di kawasan Senen, para jawara akan menunggunya hingga ia datang. Sejauh ini Bang Pi'i mampu menghadapi para jawara tersebut, kecuali dua orang jawara sakti. Bang Pi'i akan berpikir seribu kali untuk bertarung dengan keduanya. Jika ada kesempatan sejarahnya akan dikisahkan di lain waktu.

You May Also Like

0 comments