Rombongan Emak Di Senja Duka
Seulas senyum tersungging di
bibirnya manakala pandangan mata Farida tertumbuk pada sekumpulan wanita paruh
baya yang tengah duduk-duduk di teras rumah bu Halimah, teras di mana para ibu-ibu
rumah tangga biasa berkumpul jelang senja,
“Assalamu’alaikum”, sapa Farida,
Sebagian ibu-ibu menjawabi salam Farida, yang lain nampak
masih serius mendengarkan gosip sambil sesekali tertawa cekikikan.
“Gue pikir lo pada nggak ada” ujar Farida mengawali
pembicaraan.
“Adnan mana da?“ tanya Siska wanita paling cantik di
antara mereka.
“Lagi disuapin pembantu, abis susah banget disuruh
makannya” Farida menjelaskan sambil menyelipkan tubuhnya di antara mereka
“Capek gue dirongrong anak, buat apa gue bayar
pembantu segala kalo akhirnya gue juga yang kerja, itu namanya gue yang bantuin
pembantu bukannya pembantu yang bantuin gue. Iya nggak?” Ujar Farida bersungut.
Sore yang indah, angin yang berhembus perlahan ditemani mega merah menggantung di ujung langit membuat para wanita bersuami itu betah berlama-lama
duduk di halaman rumah Ibu Halimah. Yah, itung-itung buat ngilangin bete di
rumah, begitu kata bu Kiki, istri seorang tenaga pemasaran perusahaan swasta. Selain tempatnya berada persis di sisi jalan,
suasananya pun sangat sejuk, karena rumah Ibu Halimah dikelilingi banyak
pepohonan rindang, hingga bila duduk-duduk dihalaman pada siang hari mata menjadi berat sekali serasa ingin tidur.
“Eh, ngomong-ngomong tetangga lo ada yang meninggal
ya da ?” tanya Ibu Rodiah pada Farida.
“Iya”, jawab Farida singkat.
“Sakit apaan sih ?!” tanya yang lain.
“Nggak sakit kok, emangnya lo pada nggak tau, si
Arif meninggalnya kan bunuh diri” jawab Farida setengah berbisik. Kepalanya
menoleh ke kanan ke kiri takut pembicarannya didengar orang.
”Ah, masa iya sih” timpal yang lain.
“Rumah gue kan satu tembok sama rumahnya Arif”.
“Iya sih, tapi lo tau pasti nggak kalo si Arif matinya karena bunuh
diri?” Ibu Rodiah menyela pembicaraan.
“Tau pasti sih nggak, tapi saudaranya pernah ngomong
sama gue kalo Arif bunuh diri, terus gue tanya, emangnya kenapa sampai bunuh
diri?, “katanya banyak masalah” kata Farida menceritakan pertemuaannya dengan
saudara Arif tiga jam sebelum Arif Arif dimakamkan.
“Kasiaan deh Arif, matinya kok begitu amat ya” kata
Ibu Halimah.
“Emang kapan meninggalnya da?” tanya Ibu Rodiah
lagi.
“Dua hari yang lalu” jawab Farida.
“Hiiy..”, Entah kenapa Siska mendadak bergidik
sambil mengusap-usap tangannya karena merinding.
Tak lama berselang, suara adzan mendayu sendu mengingatkan kaum muslimin
masuknya waktu shalat. Suasana itu mulai sunyi, awan jingga laksana bara
menyelimuti jagad. Angin seakan berhenti berhembus, memanggil ibu-ibu
tongkrongan itu kembali kerumah masing-masing.
“Gue duluan ya, jangan-jangan laki gue udah balik
nih !” ujar Siska.
Ada rasa takut menggelayuti Siska. Membayangkan suaminya pulang
kerja dan mendapatinya sedang berada diluar rumah waktu maghrib.
“Oke deh, ketemu besok ya?” sahut bu Halimah melepas
kepergian mereka kemudian langsung masuk kedalam rumahnya.
Farida bergegas pulang, langkahnya tiba-tiba jadi gontai.
Pikirannya mendadak teringat pada Abdul Haris, suaminya yang sedang berada di luar
kota untuk urusan dinas dan kembali pulang tiga hari lagi. Perasannya menjadi
tak karuan, kepalanya pun mendadak menjadi berat.
“Yatii.., Yatiii..” Farida memangil-manggil
pembantunya setibanya di rumah. Langkahnya dipaksakan
menuju kamar. Dilihatnya Adnan bocah berusia 2 tahun putra satu-satunya yang
tengah tergolek pulas diatas ranjang. Tubuhnya dihempaskan disamping Adnan.
Dari arah dapur muncul Yati yang terheran-heran melihat majikannya memegangi
kepala sambil merintih kesakitan.
“Tolong beliin saya obat sakit kepala di warung yat,
cepet ya kepala saya sakit banget nih! Uangnya ambil di laci rias saya!”
“Iya bu” jawab Yati lekas-lekas menuruti perintah
majikannya itu.
Selang beberapa saat Yati keluar kamar untuk membeli obat tiba-tiba Farida
mencium aroma bangkai. Semakin lama aroma bangkai tersebut
semakin menyengat hidung dan menyita perhatian Farida yang sedang kesakitan
untuk mencari sumber bau. Ia berusaha untuk bangun, namun untuk mengangkat
kepalanya saja ia tak sanggup, sekujur tubuhnya terasa lemas. Dicobanya berteriak
memanggil Yati yang mungkin sudah sampai di rumah, namun tengorokannya bagai
tersumbat. Meski kepalanya masih tetap diatas bantal, tetapi pandangannya masih
bisa menyapu ke seluruh sudut kamar. Mengira-ngira mungkin ada bangkai binatang
di dalam kamarnya. Belum lagi ia habis berpikir dari mana datangnya aroma busuk,
mendadak muncul asap putih bagai kabut menyelimuti penjuru kamar. Farida bertambah
bingung, alisnya berkerut. Ia ketakutan. Keringat mulai bercucuran membasahi tubuhnya. Tiba-tiba
asap putih yang dilihat samar-samar perlahan-lahan berubah menjadi sebuah
bayangan berjubah putih dan berjanggut panjang. Lampu
penerangan kamarnya yang berkekuatan 15 watt tidak mampu membantu Farida melihat
bayangan lebih jelas. Bayangan
tersebut
menatap tajam padanya. Farida paksakan
menatap lebih tajam tapi raut wajah
bayangan itu semakin tidak jelas. Ketegangan yang dialami Farida memuncak ketika
bayangan tersebut berbicara padanya.
“Sudah siapkah ditentukan ajal Anda sekarang ?!! suaranya begitu keras dan memekakkan telinga hingga Farida menyangka ada guntur menggelegar. Jantungnya seakan berhenti berdetak.
***
Perlahan-lahan Farida membuka kedua kelopak matanya. Dilihatnya mobil, batu, binatang, pepohonan, dan ribuan bahkan jutaan macam benda lainnya termasuk manusia berterbangan bagai kapas di udara dengan arah yang tidak beraturan. Ada yang berterbangan dari arah barat ke arah timur. Ada yang datang dari arah utara lalu beterbangan ke arah selatan. Suara jeritan manusia, suara guntur, letusan gunung, suara benturan benda dengan benda lainnya bercampur menjadi satu. Angin topan, puting beliung, dan badai, memporak porandakan rumah dan gedung-gedung. Disana sini terlihat ceceran ribuan liter darah. Banyak sekali mayat bergelimpangan,. Lalu terlihat jelas sekumpulan manusia tertindih gedung atau batu gunung. Lidah petir menyambar-nyambar terang lalu berkiblat menggosongkan sekumpulan manusia lainnya. Di sudut lainnya terdapat banyak manusia terjerumus kedalam badan bumi yang sudah terbelah-belah. Langit berwarna hitam pekat, matahari dan bulan menjadi satu. Kobaran raksasa api menghanguskan apa saja. Dari dalam tanah mengucur air hingga dalam waktu sesaat menimbulkan banjir bandang sejauh mata memandang. Tidak ada lubang dan celah sedikitpun bagi manusia untuk menyelamatkan diri, dan tidak ada satupun dari manusia, benda, serta binatang yang selamat. Seluruhnya binasa.!
***
Tak lama, seluruh manusia dikejutkan oleh suara
terompet yang kerasnya seribu kali dari suara guntur didunia, seluruh manusia
terbangun mendengar suara keras tersebut, tubuh mereka tidak mengenakan pakaian
sama sekali, matahari berada satu jengkal diatas kepala, raut wajah mereka
beraneka ragam, ada yang ketakutan, ada yang menangis tersedu-sedu dan
histeris, ada yang tersenyum, ada pula yang tertawa, mereka berkerumun begitu
banyaknya, tak lama, terlihat sebuah areal dikelilingi api yang sangat begitu
luas, didalamnya terdapat banyak sekali para wanita, sebagian tubuh para wanita
diareal tersebut ada yang tengah disetrika, ada yang dipotong kedua “susunya“,
ada yang ditusuk kemaluannya, belum lagi panasnya api, berkekuatan tak
terhingga memanggang mereka semua. Tiba-tiba dari kobaran api muncul sesosok
makhluk yang sangat menakutkan berbicara lantang ;
“Inilah ganjaran bagi perempuan yang suka memamerkan
auratnya selain pada mahromnya, inilah balasan Allah Swt bagi para wanita yang
suka menjual dirinya, yang senang membicarakan aib orang, yang melawan pada
suami”. Setelah berkata demikian, makhluk api tersebut menghilang ditelan api
yang terus berkobar dan menyala-nyala.
“Buu…buu, ini obatnya diminum dulu “ Farida membuka
matanya, dilihatnya Yati sudah berada disampingnya. Tangannya memegang obat dan
segelas air putih,
“Ya Allah ! baju ibu basah seperti orang habis mandi” ujar Yati melihat
pakaian Farida basah kuyup. Farida tidak mengindahkan perkataan Yati, ia tampak
celingukan mencari bayangan yang tadi ditemuinya.
“Udah ngak usah Yat, kepala saya sudah nggak sakit kok”
katanya sambil ngeloyor meninggalkan Yati yang kebingungan menyaksikan majikannya.
Diam-diam Yati memperhatikan gerak-gerik majikannya, dilihat majikannya
berwudhu kemudian sholat berjam-jam sambil menangis,
“Ya Allah, ya Tuhanku, ampunilah segala kesalahanku
yang sering membicarakan orang lain, ampunilah dosa-dosaku yang suka membuka
aurat di hadapan yang bukan mahromku, terimalah taubatku…..” terdengar doa
Farida samar-samar setelah selesai sholat yang entah terdengar oleh Yati atau
tidak. Karena nampaknya Yati beranjak pergi kekamarnya di belakang sambil
geleng-geleng kepala karena heran melihat majikannya tumben melakukan sholat
yang sangat lama, soalnya jangankan sholat sunnah, sholat wajib pun jarang
sekali dilakukan majikannya.
Rupanya Farida jatuh pingsan setelah mendengar suara
bayangan orang tua berjanggut putih yang begitu keras, dan dibawa menyaksikan
kejadian qiamat, serta pembalasan alam barzakh.
***