Di awal
Oktober 1945, tentara sekutu merangsek ke pusat kota lalu menduduki kawasan
Senen. Mengetahui hal itu, meski ia tengah menderita sakit Bang Pi'i spontan
langsung bisa bergerak. Di bawah bendera OKI, Bang Pi'i bersama ribuan anak
buahnya yang tersebar di seantero Batavia, melawan agresi kumpeni dengan gagah
berani. Mereka membagi lokasi penyerangan. Sebagian mengepung stasiun Senen, yang
saat itu telah menjadi pusat konsentrasi tentara sekutu. Bang Pi'i dan anak
buahnya tidak memiliki senjata kecuali golok dan bambu runcing, tapi mereka
tidak sedikitpun gentar. Dalam setiap aksi penyerbuan Bang Pi'i memang selalu berada
di garis paling depan. Muntahan pelor berhamburan ke arah Bang Pi'i, tapi ia
tidak peduli dan terus merangsek maju. Tentara sekutu kebingungan. Hanya dalam
hitungan jam Stasiun Senen berhasil direbut kembali oleh Bang Pi'i dan anak
buahnya.
Aksi
penyerbuan Bang Pi'i dan anak buahnya merebut Stasiun Senen sukses gemilang.
Namun keberhasilan itu membuat tentara sekutu murka. Berkekuatan penuh, tentara
sekutu membalas lancarkan serangan balik membabibuta ke kawasan Senen. Bang
Pi'i yang kondisi sakitnya semakin parah akhirnya kembali memimpin pertempuran.
Selama dua hari pertempuran sengit berlangsung. Karena sakit, Bang Pi'i terkepung
dan tersudut lalu akhirnya berhasil ditawan. Tubuh dan kedua tangannya diikat tali oleh tentara sekutu lalu dibawa menggunakan mobil. Setelah sampai
di lokasi tujuan, tentara sekutu terkejut bukan main. Bang Pi'i ternyata telah melarikan
diri. Bang Pi'i berhasil kembali ke kelompoknya untuk menyusun kekuatan guna membalas
serangan tentara sekutu. Namun belum lagi penyerangan dilakukan pemerintah
Indonesia memerintahkan konsentrasi perjuangan rakyat termasuk kelompok Bang
Pi'i untuk dipindahkan sementara ke Karawang.
Bang Pi'i
berkesempatan bersekolah di SSKAD (Sekolah Staf Komando Angkatan Darat), dan
lulus pada tahun 1958 dengan pangkat Letnan Kolonel. Sebagai militer, Bang Pi'i
tidak banyak ikut campur tentang kondisi politik. Tujuannya satu, yaitu hanya
mengabdi pada pemimpin sebagai refleksi mengabdi pada bangsa dan negara.
Soekarno banyak mendengar sepak terjang Bang Pi'i dalam mengamankan wilayah Djakarta.
Nampaknya Sokarnoe tertarik, lalu memerintahkan bang Pi'i agar sering mengawalnya
jika sedang bepergian. Hal itu diamini Bang Pi'i. Selanjutnya dalam kesempatan
lain, Soekarne juga sempat mengutarakan akan merekrut Bang Pi'i sebagai Tjakrabirawa
dan mengangkatnya sebagai Komandan. Tapi Bang Pi'i menolaknya.
Pada tanggal
10 hingga 13 Januari 1966, Mahasiswa turun melakukan unjuk rasa setelah
berkali-kali tuntutannya terkait Tiga Tuntutan Rakyat (Tritura) tidak digubris
pemerintahan Soekarno. Selama hampir 4 hari unjuk rasa mahasiswa secara besar-besaran
terus dilakukan. Situasi aksi mahasiswa semakin memanas. Kondisi ketegangan
semakin memuncak, namun Bang Pi'i yang bertugas mengamankan ibukota berhasil
memadamkan ketegangan sekaligus membubarkan mahasiswa.
Jasa bang
Pi'i terhadap agama dan bangsa banyak mendapat apresiasi. Untuk sebuah negara
yang baru lahir, dibutuhkan cukup banyak sosok atau tokoh untuk mengisi
berbagai jabatan. Sementara kemerdekaan yang diperoleh dari perjuangan berbagai
elemen anak bangsa membuat mereka yang gelap mata terobsesi jabatan harus menyingkirkan
teman seperjuangan untuk mencapai tujuan.
Pada 21
Februari 1966, setelah peristiwa Gerakan 30 September PKI, Soekarno yang saat
itu masih menjabat sebagai Presiden RI mengumumkan pembentukan mendadak Kabinet
Dwikora II 100 Menteri. Bang Pi'i yang meski saat itu baru berpangkat Letnan
Kolonel ikut terpilih menjadi Menteri Negara DPPUPK (Diperbantukan Pada
Presiden Urusan Pengamanan Khusus). Namun belum lama menjabat, pada tanggal 27
Maret 1966 Soekarno mereshuffle kabinetnya kembali menjadi kabinet Dwikora III.
Bang Pi'i adalah salah satu nama yang terkena reshuffle. Selanjutnya Kabinet Dwikora III dibubarkan lagi karena
roda pemerintahan sudah berganti, dari Orde Lama, ke Orde Baru. Setelah itu Bang Pi'i dituduh terafiliasi komunisme hingga membuatnya ditahan, tapi tak
beberapa lama ia dibebaskan, karena tidak ditemukannya bukti.