Warga Betawi Punya Dua Bahasa Induk Asli
Selama ini banyak orang tahu bahasa Betawi tidak seragam. Ada Bahasa Betawi Melayu Tinggi dan ada pula Bahasa Betawi Ora. Menjadikan Betawi berbasiskan dua bahasa induk. Tinggal di kota yang sama namun saling bersosialisasi dengan bahasa berbeda. Meski masing-masing penutur saling mengerti bahasa lainnya namun kedua bahasa Betawi itu sangat kontras perbedaannya dalam dialek. Contoh penuturannya dapat dilihat dari banyak film bernuansa Betawi, terutama film jaman dulu. Mudahnya, kalau bahasa Betawi Melayu tinggi itu seperti yang digunakan artis Benyamin Sueb atau Opie Kumis, sementara bahasa Betawi Ora digunakan oleh Malih atau Mandra.
Oleh orang Betawi sendiri penyebutan bahasa Betawi Melayu tinggi dan bahasa Betawi Ora juga sebenarnya belum terlalu tepat, mengingat istilah tersebut muncul tidak resmi. Malah ada sebagian orang Betawi menyebutnya bahasa Betawi akhiran E dan bahasa Betawi akhiran A. Ada pula yang mengistilahkan bahasa Betawi Kota dan bahasa Betawi pinggiran. Memang penyebutan istilahnya tidak seragam tapi yang penting maksud dan tujuannya dapat dipahami.
Meski berbeda namun bahasa ini sudah menjadi bahasa asli nenek moyang orang Betawi. Pengaruh geografis yang membuat bahasa mereka berbeda sejak dahulu. Terkadang perbedaan bahasa ini wilayahnya hanya terpisah kali (sungai), bahkan di kawasan Condet, Jakarta Timur perbedaan bahasa hanya terpisah dinding.
Untuk bahasa Betawi akhiran E maupun A, wilayah teritorinya sama-sama berada di Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Selatan, dan Jakarta Utara. Seringkali satu daerah terdapat dua bahasa. Daerah yang satu ikut bahasa Betawi E, satu lagi ikut Betawi A. Berikut ini sedikit garis besar pemetaan lokasi penutur bahasa Betawi akhiran A dan E.
Bahasa Betawi Akhiran E :
Jakarta Timur : Senen, Salemba, Matraman, Kampung Melayu, Cawang, Cililitan, dan sebagian lainnya.
Jakarta Selatan : Pasar Minggu, Kalibata, Duren Tiga, Tebet, Manggarai, Menteng, dan sebagian lainnya.
Jakarta Barat : Rawa Belong, Palmerah, Kebon Jeruk, Kemanggisan, Pekojan, Kebayoran, dan sebagian lainnya.
Jakarta Pusat : Senen, Kwitang, Tanah Abang, Gunung Sahari, Kemayoran, Johar Baru, dan sebagian lainnya.
Jakarta Utara : Pademangan Timur, dan sebagian lainnya.
Bahasa Betawi Akhiran A :
Jakarta Timur : Pondok Bambu, Klender, Bambu Apus, Condet, Lubang Buaya, Cakung, dan sebagian lainnya.
Jakarta Selatan : Srengseng Sawah, Ciganjur, Cinere, Lebak Bulus, Ciputat, Pondok Pinang, dan sebagian lainnya.
Jakarta Barat : Cengkareng, Kamal, Meruya, Kembangan, Joglo, Petukangan, Duri Kepa, dan sebagian lainnya.
Jakarta Pusat : Utan Panjang dan sebagian lainnya.
Jakarta Utara : Pulo Gebang, Sunter, Kelapa Gading, Tanjung Priok, Warakas, Cilincing, Koja, Marunda, dan sebagian lainnya.
Kemudian dari dua bahasa induk
Betawi tersebut, masing-masing memiliki perbedaan lagi, Contohnya warga Betawi yang
berada di Jakarta Pusat berbeda bahasa Betawinya dengan warga Betawi yang ada
di wilayah pesisir Jakarta Barat. Meski sama-sama berbasis bahasa Betawi E tapi
karena berada di wilayah pesisir, warga asli lokalnya berbicara dengan
intonansi suara lebih ditekan dan lebih tinggi. Selain itu masih banyak lagi fakta-fakta
lain yang ditemukan terkait beragamnya bahasa Betawi. Hal itu membuat
kebudayaan Betawi semakin kaya akan kultur budaya terutama terkait ragam bahasanya.
0 comments